Di
Indonesia ada empat periode besar dalam sistem pemerintahan, politik, dan administrasi
negara Republik Indonesia. Semua itu terjadi terutama karena pergantian
konstitusi.
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember
1949
Pada
periode ini negara berbentuk kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik.
Sistem pemerintahan yang dipakai adalah sistem presidensial dengan konstitusi
berdasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Namun UUD 1945 ini tidak dipakai
secara murni, mengingat bahwa bangsa ini baru saja memperoleh kemerdekaannya.
Setelah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia memberlakukan UUD 1945, susunan
pemerintahan yang baru saja terbentuk hanyalah presiden, wakil presiden, serta
para menteri yang membantu presiden dan gubernur sebagai perpanjangan tangan
pemerintah pusat terhadap daerah.
Dalam
keadaan darurat ini, lembaga-lembaga negara seperti yang tercantum dalam UUD
1945 belum dapat dibentuk. Lembaga-lembaga tersebut antara lain; MPR, DPR dan
DPA. Sehingga segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan dibantu oleh
Komite Nasional.
Berikut
merupakan nama-nama menteri yang dilantik untuk pertama kalinya:
1.
Menteri Dalam Negeri: R.A.A Wiranatakusumah
2.
Menteri Luar Negeri : Achmad Soebarjo, SH
3.
Menteri Kehakiman : Prof. Dr. Soepomo, SH
4.
Menteri Kemakmuran : RP. Surachman Tjokro Adisuryo
5.
Menteri Keuangan : Dr. Sanusi
6.
Menteri Kesehatan : Dr. R. Buntaran
7.
Menteri Pengajaran : Ki Hajar Dewantoro
8.
Menteri Sosial :
Iwa Kusuma Sumantri, SH
9.
Menteri Penerangan : Mr. Amir Syarifuddin
10. Menteri
Perhubungan : R. Abikusnotjokrosuyoso
11. Menteri
Pertahanan : Soepriyadi
12. Menteri
Pekerjaan Umum: R.
Abikusnotjokrosuyoso
Berikut merupakan nama-nama gubernur yang
dilantik untuk pertama kalinya:
1.
Gubernur Sumatera : Teuku Mohammad Hasan, SH
2.
Gubernur Kalimantan : Ir. Pangeran Mohammad Noer
3.
Gubernur Sulawesi : Dr. Samuel Ratulangi
4.
Gubernur Jawa Barat : Sutaryo Kartohardikusumo
5.
Gubernur Jawa Tengah : Raden Pandji Soeroso
6.
Gubernur Jawa Timur : Raden A. Suryo
7.
Gubernur Nusa Tenggara : I Gusti Ketut Pudja, SH
8.
Gubernur Maluku : J. Latuharhary, SH
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan
Maklumat Pemerintah yang menyatakan tentang berdirinya Tentara Keamanan Rakyat.
Pada kali ini Supriyadi yang merupakan tokoh Pembela Tanah Air (PETA) dilantik
menjadi pimpinan TKR. Namun, pada saat melawan Jepang di Blitar, Supriyadi
gugur kemudian digantikan oleh Panglima Besar Sudirman. Pemilihan Panglima
Sudirman sebagai pimpinan TKR sudah melalui musyawarah anggota. Pada tanggal 3
Juni 19945, TKR resmi berubah nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada tanggal 16 Oktoober 1945, dalam Kongres
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Malang, Wakil Presiden, Muhammad
Hatta, mengeluarkan Maklumat X yang isinya KNIP diberikan wewenang untuk
membuat undang-undang dan menetapkan GBHN. Jadi seolah-olah memegang sebagian
kekuasaan MPR, disamping memiliki pula kekuasaann DPA dan DPR.
Pada tanggal 14 November 1945 pemerintah
mengeluarkan kembali maklukmat untuk membentuk kabinet Parlementer di bawah
pimpinan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri dan menteri-menteri yang
bertanggungjawab kepada KNIP sebagai subsistut MPR/DPR. Sejak saat itu sistem
presidensial diganti menjadi sistem parlementer.
Pada tanggal 3 November 1945 pemerintah
kembali mengeluarkan maklumat tentang keinginan membentuk partai politik.
Sehingga berlakulah sistem parlementer sekaligus sistem multipartai.
Pada tanggal 27 Juli 1947, serdadu Belanda
berhasil menduduki beberapa kota di Indonesia. Mereka berhasil mengusainya meskipun
daerah pedalaman tak terjangkau oleh mereka.Pada saat itu Negara Kesatuan
Republik Indonesia kembali terjajah.
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus
1950
Pada
periode ini, Indonesia berbentuk negara yang serikat dengan bentuk pemerintahan
republik. Sistem pemerintahan yang ada adalah parlemen semu dengan konstitusi
RIS. Semua ini bukanlah kehendak rakyat, namun keadaan yang memaksa demikian.
Sejak Gubernur Jenderal Dr. Van Mook dikirim untuk memporak-porandakan
Indonesia, ia mengusulkan untuk membuat negara di dalam negara sebagai syarat
genjatan senjata. Walaupun demikian, semangat rakyat Indonesia tetaplah
membara, “sekali merdeka tetap merdeka” dan “merdeka atau mati” merupakan tekad
juang yang ada pada rakyat Indonesia kala itu. Namun akhirnya dengan memikirkan
korban yang jatuh, para bapak bangsa bersedia melakukan perundingan dengan
Belanda untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak lagi.
Setelah
beberapa kali mengalami pertemuan dan perdamaian dengan Belanda, menghasilkan
beberapa perjanjian. Perjanjiian-perjanjian tersebut diantaranya: Perjanjian
Linggarjati (25 Maret 1947), Perjanjian Renville (8 Desember 1947), Konferensi
Meja Bundar (23 Desember 1949), dan puncaknya terjadi pada tanggal 27 Desember
1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia hanya jika dan hanya jika Indonesia
berbentuk serikat.
Hal
ini karena menyadari bahwa tidak mungkin lagi mendirikan pemerintahan seperti
zaman Hindia Belanda dulu. Oleh karena itu, diusahakan jalan lain, yaitu
mendirikan sebuah negara berbentuk federal. Sedangkan negara Republik Indonesia
yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, oleh Belanda hanya dianggap
sebagai salah satu negara bagian saja dalam negara Republik Indonesia Serikat
tersebut.
Negara-negara
yang telah berhasil dibujuk untuk didirikan oleh Belanda, tahun-tahun
sebelumnya adalah Negara Indonesia Timur (1946), Negara Pasundan (termasuk
distrik Federal Jakarta), Negara Jawa Timur (1948), Negara Madura (1948),
Negara Sumatera Timur (1948), dan Negara Sumatera Selatan. Sedangkan yang masih
dalam persiapan adalah Negara Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar,
Banjar, Kalimantan Tenggara, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah.
Dalam
periode ini yang dipakai sebagai pegangan adalah konstitusi RIS. Undang-Undang
Dasar ini terdiri dari mukadimah, 197 pasal dan 1 lampiran. Dalam pasal 1 ayat
1 disebutkan bahwa Republik Indonesia Serikat merdeka dan berdaulat ialah suatu
negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi. Sedangkan dalam ayat 2
desebutkan bahwa kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden
RIS dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh masing-masing pemerintah
negara bagian, maka pada tanggal 16 Desember 1949 diselenggarakannya pemilihan
Presiden RIS di Yogyakarta. Ir. Soekarno terpilih dalam pemilu tersebut dan
dilantik pada tanggal 17 Desember 1949, sehingga untuk mengisi kekosongan
jabatan Presiden Negara Republik Indonesia, diangkat Mr. Asaat.
Selain
hal-hal tersebut, dalam konstitusi RIS juga dikenal adanya senat. Senat
tersebut mewakili negara-negara bagian. Setiap negara bagian memiliki dua
anggota senat. Setiap anggota senat mengeluarkan satu suara.
Jadi,
senat adalah suatu badan perwakilan negara bagian, yang anggota-anggotanya
ditunjuk oleh masing-masing pemerintah negara bagian masing-masing.
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Pada
periode ini Indonesia masih merupakan negara kesatuan dengan sistem
pemerintahan yang masih parlementer. Memperhatikan keadaan negara-negara bagian
yang semakin sukar untuk diperintah, sedangkan kewibawaan pemerintahan federal
semakin berkurang selama konstitusi RIS, apalagi didukung kenyataan bahwa Indonesi
multikultur, maka rakyat-rakyat di daerah sepakat untuk kembali menjadi negara
kesatuan.
Pada
tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia resmi kembali menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, walaupun konstitusinya adalah Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) tahun 1950. Oleh karenanya, sistem pemerintahan tetap dalam bentuk
parlementer. Walaupun sudah kembali menjadi negara kesatuan, namun perbedaan
antara daerah satu dengan lainnya masih sangat terasa. Masih banyak daerah yang
tidak menaruh kepercayaan terhadap pemerintah pusat. Kemudian muncullah
pemberontakan separatis, misalnya :
a. Pada
tanggal 23 Januari 1950 muncul pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)
di Bandung.
b. Pada
tanggal 5 April 1950 muncul pemberontakan Andi Aziz di Makassar.
c. Pada
tanggal 25 April 1950 muncul pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) di
Ambon.
d. Pada
tanggal 10 Oktober 1950 muncul pemberontakan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan.
e. Pada
tanggal 17 Agustus 1951 muncul pemberontakanDI/TII pimpinan Kahar Muzakar di
Sulawesi Selatan.
f. Pada
tanggal 1 Desember 1951 muncul pemberontakan Bataliyon 462 di Jawa Tengah.
g. Pada
tanggal 20 September 1953 muncul pemberontakan DI/TII pimpinan Daud Bureuh di
Aceh.
h. Pada
tanggal 20 Desember 1956 terjadi peristiwa Dewan Banteng di Sumatera Barat.
i. Pada
tanggal 15 Februari 1958 dilanjutkan dengan pemberontakan PRRI (Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia)
j. Pada
tanggal 15 Febuari 1958 itu juga Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta)
menyatakan diri membantu PRRI.
Kemudian
keadaan tersebut semakin dirancukan berbagai keadaan, diantaranya rancunya
hubungan antara legislatif dan eksekutif. Sebagaimana kita ketahui pada akhir
tahun 1955 diadakan pemilihan umum untuk yang pertama di Indonesia dalam
memilih anggota parlemen.
Pada
tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menyatakan kembali kepada Undang-Undang
Dasar 1945. Peristiwa pernyataan ini dikenal dengan nama Dekrit 5 Juli 1959.
4. Periode 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Pada
periode ini, negara Indonesia kembali pada Undang-Undang Dasar 1945. Dapat kita
ketahui bersama bahwa UUD 1945 berusaha menjaga persatuan dan kesatuan
ditengah-tengah kebhinekaan bangsa Indonesia. Menurut pengamatan Presiden
Soekarno, demokrasi liberal tidak semakin mendorong Indonesia mendekati tujuan
revolusi yang berupa masyarakat adil dan makmur, sehingga pada gilirannya
pembangunan ekonomi sulit untuk dimajukan, karena setiap pihak baik sipil
maupun militer saling berebut keuntungan dengan mengorbankan yang
lain.Sebaliknya, Presiden Soekarno ingin melihat bangsa Indonesia yang kuat dan
bersatu padu sebagaimana awal-awal kemerdekaan dulu.
5. Periode 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Periode
ini dikenal dengan nama Orde Baru. Setelah peristiwa G30S/PKI, Orde Baru ini
lahir. Pemberontakan PKI puncaknya pada tanggal 30 September 1965. Dikatakan
demikian karena resonansinya dirsakan oleh seluruh bangsa Indonesia sampai ke
daerah-daerah pedalaman sekalipun. Sasaran utama PKI adalah para jenderal yang
semula paling keras menentang dipersenjatainya Angkatan Kelima Buruh Tani PKI
oleh pemerintah.
Jenderal
A.H. Nasution luput dari pembunuhan ini, tetapi perwira Angkatan Darat Republik
Indonesia lainnya yang didatangi pada malam yang sama gugur sebagai kusuma
bangsa. Mereka adalah sebagai berikut :
a. Jenderal
(Anm) A. Yani
b. Letjen.
(Anm) M.T Haryono
c. Letjen. (Anm) S. Parman
d. Letjen.
(Anm) Suprapto
e. Mayjen.
(Anm) D.I Panjaitan
f. Mayjen.
(Anm) Sutoyo S.
g. Kapten
CZI. (Anm) Piere Tendean
Bencana
politik yang terjadi pada akhir tahun 1965 dan awal tahun 1966 ini menampilkan
Letjen. Soeharto (mantan Panglima Mandala) itu ke latar depan sejarah bangsa.
Karena mengetahui dari Latif, anak buahnya, bahwa Yani dan Nasution akan
dibunun, lalu memanfaatkan keadaan dengan mengambil alih pimpinan Angkatan
Darat yang lowong dengan tewasnya Jenderal A. Yani. Lalu mulailah operasi yang
gencar dan sistematis menumpas G30S/PKI dan Orde Lama.
Lewat
prosedur konstitusional, setapak demi setapak Soeharto melangkah menuju pusat
dan puncak kekuasaan. Tanggal 11 Maret 1966 diperolehnya Surat Perintah atau
biasa dikenal dengan sebutan Supersemar. Pada tanggal 27 Maret 1968, Soeharto
diangkat menjadi Presiden Indonesia kedua setelah Ir. Soekarno.
Penyerahan
kekuasaan pemerintahan negara oleh Ir. Soekarno kepada Letjen. Soeharto
sebagaimana telah disampaikan, bahwa dengan ini otomatis Presiden Soekarno
telah berhenti menjabat sebagai presiden.
Ini
dijadikan salah satu alasan keluarnya Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 yang
menetapkan pencabutan kembali kekuasaan pemerintah negara dari Presiden
Soekarno. Dengan ketetapan MPRS itu juga pemegang ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966 diangkat menjadi presiden.
Selanjutnya
dalam beberapa kali pemilihan umum, Soeharto direkayasa menjadi presiden.
Karena, MPR terdiri dari gubernur, panglima, menteri, dan rektor yang notabene
anak buah Soeharto. Tap tersebut adalah :
a. Tap
MPR No. IX/MPR/1973 Hasil Pemilu 1971
b. Tap
MPR No. X/MPR/1978 Hasil Pemilu 1977
c. Tap
MPR No. VI/MPR/1983 Hasil Pemilu 1982
d. Tap
MPR No. V/MPR/1986 Hasil Pemilu 1987
e. Tap
MPR No. IV/MPR/1993 Hasil Pemilu 1992
Kata
sementara pada nama MPRS dimaksudkan sebagai penunjuk bahwa lembaga tertinggi
negara ini belum dibentuk dari hasil pemilihan umum, tetapi walupun demikian
tetap dapat sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Selama masa 1960 s.d.
1968, lembaga ini bahkan telah mengeluarkan 44 buah Ketetapan MPRS guna
mengatur penyelenggaraan negara Republik Indonesia ini.
6. Periode 21 Mei 1998 - Sekarang
Pada
periode ini, Indonesia berbentuk negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan
republik. Sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem presidensial dengan
konstitusi UUD 1945. Pada periode ini juga dikenal dengan Periode Reformasi.
Pada
pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai
membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit
lebih-lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan "PHK"
karyawannya. Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah.
Disinilah para mahasiswa, dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi
memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari mahasiswa dan rakyat mengadakan
demonstrasi mencapai puncaknya pada bulan Mei 1998, dengan berani meneriakkan
reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie. Beginilah awal mulanya terjadi era reformasi di Indonesia.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie. Beginilah awal mulanya terjadi era reformasi di Indonesia.
Tugas
dari Presiden Habibie adalah mengatasi krisis ekonomi yang sedang melanda
Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan menciptakan pemerintahan yang
bersih. Hal ni dilakukan presiden untuk menjawab tantangan reformasi. Kebijakan
yang dikeluarkan oleh Prof. DR. B.J Habibie diantaranya merekapitulasi perbankan,
melikuidasi perekonomian Indonesia, menaikkan nilai tukar rupuah dan
mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Presiden
Habibie hanya menjabat selama satu tahun kemudian digantikan oleh Presiden
Abdurrahman Wahid. Kala ini, Presiden Abdurrahman Wahid menduduki jabatannya
tidak sampai pada akhir jabatan. Pada tahun 2001, MPR mengangkat Megawati
Soekarno Putri sebagai Presiden. Kekeuasaanya pun berakhir di tahun 2004.
Pada
tahun 2004 inilah pertama kali dilakukan pemilu secara langsung untuk
menentukan Presiden dan Wakil Presiden yang akan memimpin Indonesia. Pemilihan
umum yang pertama ini menghasilkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla
sebagai presiden dan wakil presiden yang pertama kali dipilih rakyat secara langsung
untuk masa jabatan 2004-2009. Pada tahun 2009 dilakukan kembali pemilihan umum
dan SBY terpilih kembali menjadi Presiden Indonesia. Namun, Presiden SBY tak
lagi bergandengan dengan Jusuf Kalla melainkan dengan Boediono.
Pada
tanggal 9 April 2014 dilakukan kembali pemilihan umum secara langsung dan yang
terpilih sebagai presiden adalah Joko Widodo dengan wakilnya Jusuf Kalla.
Mereka akan memimpin Indonesia hingga empat tahun kedepan.
KESIMPULAN
1.
Periode
18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Bentuk
Negara : Kesatuan
Bentuk
Pemerintahan : Republik
Sistem
Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
2.
Periode
27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
Bentuk
Negara : Serikat
(Federasi)
Bentuk
Pemerintahan : Republik
Sistem
Pemerintahan : Parlemen Semu
Konstitusi : RIS
3.
Periode
17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk
Negara : Kesatuan
Bentuk
Pemerintahan : Republik
Sistem
Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950
4.
Periode
5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Bentuk
Negara : Kesatuan
Bentuk
Pemerintahan : Republik
Sistem
Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
5.
Periode
22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Bentuk
Negara : Kesatuan
Bentuk
Pemerintahan : Republik
Sistem
Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
6.
Periode
21 Mei 1998 - Sekarang
Bentuk
Negara : Kesatuan
Bentuk
Pemerintahan : Republik
Sistem
Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
daftar isi
Syafiie, Inu Kencana. 2011. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta.