Dear mantan,
Ah ya, itu kamu. Aku panggil kamu mantan tak masalah,
kan? Baiklah, yang pertama kali akan aku tanyakan adalah: bagaimanakah kabarmu?
Kau baik saja, kan? Sehat selalu, kan? Ah ya, kurasa itu.
Mantan, kau tahu kan? Kau adalah mantan pertamaku.
Tentunya kau tahu bagaimana perasaan seorang perempuan ketika kehilangan pacar
pertamanya dan bagaimana perempuan ini akan berusaha sekuat tenaga melupakan
pacar pertamanya yang kini ia sebut sebagai, Mantan Pertama.
Mantan, bertahun sudah kita tak pernah bertemu. Bahkan
menjalin komunikasi pun tak pernah. Kau tahu, bagaimana perasaan perempuan yang
pernah menjadikanmu pacar pertama dan mantan pertamanya ini? Ah, kurasa kau
memahaminya. Perempuan ini hampir saja
melupakanmu. Aku hampir saja lupa. Tentu.
Mantan, beberapa waktu yang lalu aku sempat bertemu
denganmu. Kita bertemu di persimpangan jalan. Ah, apa kau melihatku? Kita
saling berpapasan, kan? Yah, aku teringat ketika aku pada masa lampau terpaksa
memutuskan hubungan denganmu. Ah, ya. Kita terlalu banyak perbedaan. Tak pernah
sejalan dan tentunya, persimpangan-persimpangan itu telah memisahkan kita. Kita
berjalan berlainan arah. Ah, ya. Kita terpisah. Ahaha. Aku tertawa. Itu hal
terkonyol, tersendu, terpahit. Uh! Haruskah aku mengingat kenangan itu setiap
kali aku tanpa sengaja bertemu denganmu di persimpangan itu? Uhmm.. entahlah.
Ini menyiksa.
Mantan, kau tahu apa yang aku harapkan? Apa yang aku
nantikan ketika suatu saat pertemuan kita terulang lagi di persimpangan jalan
itu? Yah, tegur sapa dan senyum santun yang dahulu selalu kau lukiskan untukku.
Mungkinkah kau akan memberikannya? Untukku? Sekali lagi? Oh tidak. Lagi-lagi
aku merindukan kebersamaan denganmu. Uh! Ini kacau.
Mantan, tak kusangka hari ini kita di pertemukan tanpa sengaja.
Ahaha. Aku tertawa. Kali ini aku tak menyangka kita bertemu di tempat ini. Tempat
dimana kita saling berguru pada guru yang sama. Aku senang bisa bertemu
denganmu. Tapi sebaliknya. Air mukamu sama sekali tak menandakan bahwa kau
berada pada kenyamanan tertinggi. Dingin sekali. Ah, mengapa kau berbeda? Kau
lupa padaku? Pada kisah kita dulu? Atau? Kau malu menemuiku? Ah, jangan-jangan
kau sudah tak sudi lagi melihatku, bahkan menatap mataku pun enggan. Yah,
mungkin saja.
Mantan Pertama, apa kau membenciku? Kurasa, itu yang kau
rasakan. Baiklah. Aku tetap tak mengerti. Dimana letak kesalahanku?
Pasuruan, 11 Februari 2014